A. Deskripsi Program
Program Restorasi Ekosistem Mangrove Pulau Burung (“Dari Hutan Mangrove menuju Desa Wisata Mangrove Pulau Burung”)
Progam ini dilaksanakan di Desa Pulau Burung dimana inisiasi program dimulai sejak tahun 2006. Pada saat itu di Pulau Burung terdapat lahan kritis dengan luas mencapai 10 Ha yang berada di bagian Selatan pulau tersebut. Program restorasi mangrove di awali dengan pembentukan kelompok pembibitan mangrove yang dikelola oleh kelompok “usaha bersama” pembibitan mangrove dengan beranggotakan 26 orang dengan maksud melakukan pengembangan pembibitan mangrove. Kelompok pembibitan mangrove ini tumbuh dan berkembang dimana sampai dengan tahun 2020 jumlah anggota kelompok pembibitan bertambah menjadi 79 orang. Arutmin Batulicin terkait program restorasi mangrove ini mengeluarkan biaya Investasi di tahun 2006 sebesar 40 juta rupiah yang diperuntukan dalam kegiatan pembukaan lahan sebanyak 20 juta dan 20 juta untuk pengadaan bibit awal. Untuk keberhasilan program restorasi mangrove ini, Arutmin Batulicin melakukan kegiatan pendampinganprogram secara intensif setiap tahunnya. Pada tahun 2007, kelompok usaha bersama pembibitan mangrove sudah berhasil melakukan penjualan bibit mangrove baik yang dijual kepada Arutmin Batulicin yang digunakan bagi kegiatan internal maupun kegiatan eksternal, maupun bibit mangrove yang dijual kepada pihak umum. Sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2020, kelompok pembibitan mangrove sudah berhasil melakukan penjualan bibit mangrove sebanyak 793.200 pohon dimana bibit mangrove yang dijual kepada Arutmin Batulicin sebanyak 55.500 pohon dan yang dijual kepada pihak umum sebanyak 737.700 pohon. Kapasitas Area Pembibitan Mangrove di Desa Pulau Burung mencapai 220.000 bibit pohon mangrove yang diperoleh dari 4 bedeng area pembibitan dimana setiap bedeng dapat menampung sebanyak 51.000 Bibit. Untuk kegiatan penanaman mangrove di Pulau Burung dimulai pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. Kegiatan penanaman mangrove dilakukan secara simbolis oleh Bupati dan Muspida Kabupaten Tanah Bumbu. Penanaman juga dilakukan secara reguler dengan dikelola oleh kelompok “usaha bersama” pembibitan mangrove yang melibatkan masyarakat Desa Pulau Burung. Aturan terkait penanaman, perawatan dan pemanfaatan mangrove dirumuskan secara bersama oleh pihak pengelola maupun masyarakat Desa Pulau Burung. Penanaman mangrove pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 yang dilakukan di Pulau Burung mencapai luas 3 Ha. Hingga saat ini luas penanaman mangrove sebesar 545 Ha (Pulau Burung maupun diluar Pulau Burung) dimana bibit mangrove yang ditanam sampai dengan tahun 2021 sebanyak 815.200 pohon dengan jumlah spesies mangrove yang ditanam sebanyak 14 spesies. Di tahun 2021 PT Arutmin Indonesia melakukan pendampingan terhadap BUMDES Maritim Jaya, dalam kegiatan peluncuran sertifikat badan hukum oleh kemendes RI yang dilaksanakan di Jakarta. Dalam kegiatan tersebut presiden Jokowi berharap semua BUMDES dapat mendapatkan sertifikat badan hukum yang nantinya dapat digunakan dalam kegiatan pengembangan usaha BUMDES. Dengan pendampingan perusahaan sertifikat badan hukum dapat diperoleh diawal tahun 2022.
Pada gelaran PBD Award tahun 2022 PT Arutmin Indonesia Tambang Batulicin memperoleh penghargaan dari ISSF & Kemendes RI berupa pengahargaan Silver dalam program “Penguatan BUMDes Maritim Jaya melalui pengelolaan Wisata Mangrove”. Masih di tahun yang sama PT Arutmin Indonesia Tambang Batulicin kembali melakukan perluasan penanaman mangrove bekerjasama dengan kelompok tani mangrove “Usaha Bersama” dengan total penanaman 7500 bibit mangrove di kawasan wisata mangrove.
B. Mekanisme Program


C. Analisa Permasalahan
Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkorelasi secara timbal balik. Masing-masing elemen mempunyai peran dan fungsi masing-masing yang saling mendukung. Kerusakan salah satu kompnen dari ekosistem ini secara langsung berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem. Hutan Mangrove merupakan elemen yang paling banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan pencemar. Mangrove mempunyai peran ekologis, ekonomis dan sosial yang sangat penting dalam pembangunan wilayah pesisir, sehingga kegiatan rehabilitasi mangrove mutlak diperlukan untuk mendukung pengembangan sebuah wilayah pesisir.
Selain itu telah dilakukan kajian singkat untuk melihat potensi alam di Pulau Burung, yang dilakukan pada bulan Desember 2017, untuk dirancang sebagai kawasan wisata. Dari hasil kajian singkat tersebut, ada beberapa masukan dan atau rekomendasi dalam pengembangan wisata berbasis masyarakat, berkelanjutan dan ramah lingkungan, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pulau Burung memiliki potensi alam yang sangat baik. Perkembangan industri pariwisata saat ini mendorong Perintah Kabupaten Tanah Bumbu untuk melakukan pengembangan sektor pariwisata. Potensi alam yang dimiliki, tidak akan berarti tanpa sebuah pengelolaan yang baik. Keberlanjutan dari sumberdaya alam, bergantung dari sistem pengelolaan yang baik pula. Potensi sumberdaya alam yang baik dengan potensi alam yang tinggi membutuhkan strategi pengelolaan yang baik untuk keberlanjutan alam agar tetap lestari. Sistem pengelolaan yang akan sedikit berbeda dari dua pulau yang ada, namun membutuhkan sebuah integrasi dalam pengelolaannya. Disini peran Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu sangat dibutuhkan dalam upaya membuat kebijakan yang teritegrasi antara daratan dan pulau-pulau disekitarnya. Karakter yang berbeda Pulau Burung memerlukan sedikit modifikasi dalam pengelolaan. Pulau Burung, konsep pengembangan wisata berupa wisata massal (mass tourism) namun dengan konsep pengembangan berbasis masyarakat. Dari hasil kajian, sumberdaya alam di kedua pulau tersebut, ditemukan beberapa jenis satwa yang dilindungi, antara lain: Mamalia (Bekantan, Monyet Ekor Panjang, Lutung, Beruang Madu, Babi Hutan); Burung (54 jenis dimana 15 jenis dilindungi Undang-undang), Melata (Biawak dan beberapa jenis Ular); Tanaman Mangrove (15 jenis) dan Tanaman Darat termasuk Tanaman Hutan dan Tanaman Kebun (37 jenis).